via Instagram http://ift.tt/1nFJLc2 Follow ya @esapg ^_^
31 Januari 2016
30 Januari 2016
29 Januari 2016
28 Januari 2016
27 Januari 2016
26 Januari 2016
25 Januari 2016
24 Januari 2016
23 Januari 2016
22 Januari 2016
20 Januari 2016
19 Januari 2016
18 Januari 2016
17 Januari 2016
16 Januari 2016
15 Januari 2016
14 Januari 2016
13 Januari 2016
12 Januari 2016
Belajar Bisnis
Satu frekuensi dengan suami menjadi rejeki tersendiri bagi istri. Pun
sebaliknya. Ada yang merasakan hal serupa?
Senang karena obrolan semakin nyambung, diskusi semakin hangat meski kadang ya jadi panas juga. Hehe.
Jika ditanya, apa bisnisnya Esa? Jawaban saya saat ini, bisnis saya membantu menyediakan undangan pernikahan yang unik dengan sistem custom Pre-order.
Lho, bukannya Esa ini ownernya Belanja Keluarga?
Yap, saya tetap owner Belanja Keluarga hanya saja sekarang fokus di grosir dan hanya promo di grup. Itulah kenapa follower akun instagram @belanjakeluarga mentok followernya. Gapapa deh, yang penting tetep closing ya kan? Meski memang agak sulit untuk mencapai target penjualan per produk per hari karena tidak fokus.
Eh sebentar, trus kenapa jawabannya seperti yang di atas itu?
Sederhana aja kok. Saya sedang bantu di usahanya suami sebagai marketing. Bertanggung jawab dalam hal periklanan online. Hehe.
Kenapa kok jadi beralih?
Bukan beralih. Lebih tepatnya ingin fokus salah satu dulu. Belanja Keluarga masih bisa jalan tanpa promo dimanapun, cukup update di grup Kurma Bekel (KulakBersama Belanja Keluarga) yang merupakan grup grosiran khusus BeKel dan di grup Aroma (Aneka Grosir Murah) yang juga grup grosiran tapi ini join bareng temen lainnya.
Sedangkan jasa undangan pernikahan yang berada di bawah merk Aim Desain ini menjadi fokus utama sekarang karena saya secara pribadi (dan disetujui suami) ingin agar Aim Desain tahun 2016 ini menjadi perusahaan yang seattle dan autopilot. Tentu ini butuh effort dan fokus yang lebih dibanding Belanja Keluarga.
Akhir tahun kemarin kami berdua resmi menjadi bagian dari registered member komunitas TDA (Tangan di Atas) Bandung. Berbagai acara setelah peresmian member tersebut, membuka khazanah saya dan suami. Semakin paham bagaimana berbisnis dan bagaimana berkomunitas.
Kami merombak banyak hal di Aim Desain. Mulai berani hire pegawai yang bantu desain, menggaet kurir untuk segala urusan percetakan dan melirik berbagai opsi iklan dan perbaikan web.
Cape? Jujur memang capek. Apalagi ketika pesanan banyak tapi tidak dibarengi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai di bagian finishing. Alhamdulillah semakin kesini semakin banyak kemudahan. Apalagi setelah suami dapet materi Start Smart hari Senin kemarin.
Saya sendiri menjalani mentoring bisnis dan suami tidak bergabung. Meski agak sulit dalam hal komunikasi, tapi dengan berbekal nasihat dari mentor tentang “couplepreneur” membuat saya harus bisa melewati tahapan ini.
Nama Aim Desain dipilih bukan sekadar nama. Ada filosofi di balik nama itu. Perpaduan nama saya dan suami dengan harapan merk ini akan besar sekaligus menyatukan kami semakin lebih baik.
Aim Desain saat ini fokus ke cetak undangan baik itu untuk pernikahan maupun khitanan. Rasanya seneng banget setiap kali dapet testimoni positif dari klien yang memesan undangan di tempat kami.
Jika ada teman yang ingin nitip cetak kartu nama, brosur, label pengiriman dan hal-hal terkait cetak mencetak, insyaallah tetap dibantu karena salah satu niatan kami adalah membantu mereka yang membutuhkan jasa percetakan agar dapat terpenuhi dengan mudah. Meski demikian, untuk jasa di luar undangan kami tidak menyediakan jasa desain. Hanya cetak dan setting saja. Maklum, masih terbatas SDMnya, desainer baru ada 1 orang pegawe, bareng suami jadi 2 orang deh. Kurang banget ya. Hehe
Dalam memulai bisnis, tidak melulu dengan uang. Sistem pre order jasa undangan seperti ini cocok buat yang berjiwa entrepreneur tapi ga punya modal uang. Dari modal kemampuan gambar, iklankan lalu terima DP dari pesanan. Dari sana saja kita sudah dapat mulai bekerja dengan memanfaatkan kemampuan desain kita dan uang dari klien.
Di Aim Desain sendiri ada 3 termin pembayaran yakni 10% di awal untuk DP sekaligus pembuatan desain, kemudian 70% saat desain sudah disetujui lalu naik cetak. Sisanya 20% dilunasi saat undangan yang dipesan sudah siap kirim. Ongkos kirim (ongkir) ditanggung klien. Tapi sesekali kami berikan diskon ongkir bahkan free ongkir. Ini sudah dihitung pastinya. Jangan sampai malah tekor gara-gara ngasih bonus ini itu :D
So, berbicara tentang bisnis adalah berbicara tentang menjadi solusi atas permasalahan/kebutuhan orang lain. Dan pastikan semakin tersistem agar dapat menjadi perusahaan autopilot.
Warm regards,
Esa Puspita
esapuspita.com
Let's Learn What We Have To Learn.
Senang karena obrolan semakin nyambung, diskusi semakin hangat meski kadang ya jadi panas juga. Hehe.
Jika ditanya, apa bisnisnya Esa? Jawaban saya saat ini, bisnis saya membantu menyediakan undangan pernikahan yang unik dengan sistem custom Pre-order.
Lho, bukannya Esa ini ownernya Belanja Keluarga?
Yap, saya tetap owner Belanja Keluarga hanya saja sekarang fokus di grosir dan hanya promo di grup. Itulah kenapa follower akun instagram @belanjakeluarga mentok followernya. Gapapa deh, yang penting tetep closing ya kan? Meski memang agak sulit untuk mencapai target penjualan per produk per hari karena tidak fokus.
Eh sebentar, trus kenapa jawabannya seperti yang di atas itu?
Sederhana aja kok. Saya sedang bantu di usahanya suami sebagai marketing. Bertanggung jawab dalam hal periklanan online. Hehe.
Kenapa kok jadi beralih?
Bukan beralih. Lebih tepatnya ingin fokus salah satu dulu. Belanja Keluarga masih bisa jalan tanpa promo dimanapun, cukup update di grup Kurma Bekel (KulakBersama Belanja Keluarga) yang merupakan grup grosiran khusus BeKel dan di grup Aroma (Aneka Grosir Murah) yang juga grup grosiran tapi ini join bareng temen lainnya.
Sedangkan jasa undangan pernikahan yang berada di bawah merk Aim Desain ini menjadi fokus utama sekarang karena saya secara pribadi (dan disetujui suami) ingin agar Aim Desain tahun 2016 ini menjadi perusahaan yang seattle dan autopilot. Tentu ini butuh effort dan fokus yang lebih dibanding Belanja Keluarga.
Akhir tahun kemarin kami berdua resmi menjadi bagian dari registered member komunitas TDA (Tangan di Atas) Bandung. Berbagai acara setelah peresmian member tersebut, membuka khazanah saya dan suami. Semakin paham bagaimana berbisnis dan bagaimana berkomunitas.
Kami merombak banyak hal di Aim Desain. Mulai berani hire pegawai yang bantu desain, menggaet kurir untuk segala urusan percetakan dan melirik berbagai opsi iklan dan perbaikan web.
Cape? Jujur memang capek. Apalagi ketika pesanan banyak tapi tidak dibarengi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai di bagian finishing. Alhamdulillah semakin kesini semakin banyak kemudahan. Apalagi setelah suami dapet materi Start Smart hari Senin kemarin.
Saya sendiri menjalani mentoring bisnis dan suami tidak bergabung. Meski agak sulit dalam hal komunikasi, tapi dengan berbekal nasihat dari mentor tentang “couplepreneur” membuat saya harus bisa melewati tahapan ini.
Nama Aim Desain dipilih bukan sekadar nama. Ada filosofi di balik nama itu. Perpaduan nama saya dan suami dengan harapan merk ini akan besar sekaligus menyatukan kami semakin lebih baik.
Aim Desain saat ini fokus ke cetak undangan baik itu untuk pernikahan maupun khitanan. Rasanya seneng banget setiap kali dapet testimoni positif dari klien yang memesan undangan di tempat kami.
Jika ada teman yang ingin nitip cetak kartu nama, brosur, label pengiriman dan hal-hal terkait cetak mencetak, insyaallah tetap dibantu karena salah satu niatan kami adalah membantu mereka yang membutuhkan jasa percetakan agar dapat terpenuhi dengan mudah. Meski demikian, untuk jasa di luar undangan kami tidak menyediakan jasa desain. Hanya cetak dan setting saja. Maklum, masih terbatas SDMnya, desainer baru ada 1 orang pegawe, bareng suami jadi 2 orang deh. Kurang banget ya. Hehe
Dalam memulai bisnis, tidak melulu dengan uang. Sistem pre order jasa undangan seperti ini cocok buat yang berjiwa entrepreneur tapi ga punya modal uang. Dari modal kemampuan gambar, iklankan lalu terima DP dari pesanan. Dari sana saja kita sudah dapat mulai bekerja dengan memanfaatkan kemampuan desain kita dan uang dari klien.
Di Aim Desain sendiri ada 3 termin pembayaran yakni 10% di awal untuk DP sekaligus pembuatan desain, kemudian 70% saat desain sudah disetujui lalu naik cetak. Sisanya 20% dilunasi saat undangan yang dipesan sudah siap kirim. Ongkos kirim (ongkir) ditanggung klien. Tapi sesekali kami berikan diskon ongkir bahkan free ongkir. Ini sudah dihitung pastinya. Jangan sampai malah tekor gara-gara ngasih bonus ini itu :D
So, berbicara tentang bisnis adalah berbicara tentang menjadi solusi atas permasalahan/kebutuhan orang lain. Dan pastikan semakin tersistem agar dapat menjadi perusahaan autopilot.
Warm regards,
Esa Puspita
esapuspita.com
Let's Learn What We Have To Learn.
Tentukan Citamu
Ketika berbicara tentang cita-cita, jawaban paling polos akan kita dapatkan
dari anak-anak. Sedangkan bagi seorang yang sudah menginjak angka seperempat,
cita-cita sepertinya buyar. Etapi dari dulu juga kehidupan saya mah mengalir
tanpa cita-cita yang tinggi melangit.
Sampai kemudian setelah menikah, kehidupan saya banyak berubah. Suami selalu mengingatkan tentang banyak hal, bahwa saya bisa mencapai sesuatu yang luar biasa andai saya sadar bahwa saya mampu.
Respon saya? Ragu. Mental block. Kemudian teringat perkataan para guru entah itu guru ngaji maupun guru di sekolah, "Esa punya potensi." tapi berhenti sampai situ.
Berulang kali ditanya "momen terbaik apa yang sangat berkesan di masa lalu yang kamu masih bisa merasakan kebahagiaannya hingga saat ini?" ada 1 jawaban yang selalu sama. Sayangnya saya belum sepenuhnya memilih jalur itu karena pertimbangan "realita".
Padahal, Allah adalah al-wahhab, Maha Pemberi Karunia, tanpa mengharapkan imbalan maupun tujuan tertentu dan memberikan secara berkesinambungan. Ia dapat mengabulkan apapun mimpimu. Jika engkau percaya bahwa Allah al-wahhab, engkau pasti bisa bermimpi sangat tinggi. Mimpi yang tentu saja bukan hanya tentang diri, tapi juga tentang manfaat yang bisa disebarkan.
Kawan, bermimpilah tinggi agar ketika mimpi itu tak tercapaipun, minimal kita sudah dapat menggapai sesuatu yang mendekati mimpi itu.
Percayakah teman, bahwa saya baru memiliki mimpi yang tinggi justru tahun ini? Ketika saya “dipaksa” untuk menuliskan bintang terang oleh mentor saya sebagai syarat untuk tetap berada di grup. Ketika saya dipaksa mengeluarkan potensi mimpi terbaik saya. Ya, 2016 bagi saya menjadi tahun baru. Semakin banyak dukungan ketika mimpi itu diucapkan, semakin banyak doa ketika mimpi itu dideklarasikan. Menakjubkan bukan? Apalagi jika tercapai nanti.
Kawan, bagi seorang yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak menekankan mimpi, bermimpi tinggi bagi saya jauh lebih sulit dari diminta jualan untuk mencari uang agar tetap bisa bersekolah. Jauh lebih sulit dari mengerjakan makalah teman-teman agar mendapat bayaran atas makalah atau tugas tersebut.
Tapi, ketika mental block itu dihancurkan, ternyata rasanya lega. Duhai, kenapa tidak dari dulu.
10 tahun lalu saya pernah punya satu mimpi besar. Ketika mendapatkan perlakuan tidak enak dari pihak rumah sakit. Mimpi saat itu, 10 tahun nanti saya akan mendirikan rumah sakit yang lebih ramah, lengkap dan nyaman seperti rumah.
Mimpi yang sampai sekarang belum terpikir bagaimana cara Allah mengabulkannya. Meski dulu sempat sangat berharap ketika ada yang mengajak kerja sama membangun rumah sakit. Dari ajakan itulah saya malah “sadar” bahwa biaya membuat rumah sakit sudah mencapai M. Sekitar 7-8 tahun lalu. Waw.
Saya mulai mundur dan bahkan hampir saja melupakan mimpi itu. Termasuk doa yang dulu sering saya ulang: ingin memiliki perusahaan, sekolah, dan panti berskala internasional dengan menerapkan syariat islam secara menyeluruh. Permintaan yang sama sekali tidak pernah terbayang bagaimana mereka akan terwujud. Meminta rumah dan mobil demi kenyamanan dan kebahagiaan.
Saya baru sadar pencapaian semua mimpi itu lebih mudah jika kita melibatkan orang lain. Misal, untuk membahagiakan orang tua, memenuhi kebutuhan adik-adik, dan sebagainya.
Saat menulis ini, saya tengah mendengarkan ceramah Ust. Yusuf Mansur tepat di bagian cerita tentang nabi Musa beserta kaumnya yang tengah dikejar oleh Firaun dan pasukannya. Di depan ada lautan yang dalam dan lebar, di belakang pasukan yang kuat. Apa yang akan kita lakukan jika ada di situasi itu?
Ah, sederhana rupanya. Yakin, doa, dan ingat orang lain. Jika kita yakin pada Allah al-Wahhab, maka sudah selayaknya semakin banyak doa terpanjat. Bukan sekadar untuk kebahagiaan kita, tapi juga kebahagiaan orang sekitar, bahkan kebahagiaan mereka yang pernah menyakiti kita. Luar biasa!
Yuk mulai berani memutuskan mau mencapai cita-cita seperti apa. Kemudian deklarasikanlah dalam tulisanmu agar menjadi pengingat sekaligus penyemangat.
*****
Let's Learn What We Have To Learn.
Sampai kemudian setelah menikah, kehidupan saya banyak berubah. Suami selalu mengingatkan tentang banyak hal, bahwa saya bisa mencapai sesuatu yang luar biasa andai saya sadar bahwa saya mampu.
Respon saya? Ragu. Mental block. Kemudian teringat perkataan para guru entah itu guru ngaji maupun guru di sekolah, "Esa punya potensi." tapi berhenti sampai situ.
Berulang kali ditanya "momen terbaik apa yang sangat berkesan di masa lalu yang kamu masih bisa merasakan kebahagiaannya hingga saat ini?" ada 1 jawaban yang selalu sama. Sayangnya saya belum sepenuhnya memilih jalur itu karena pertimbangan "realita".
Padahal, Allah adalah al-wahhab, Maha Pemberi Karunia, tanpa mengharapkan imbalan maupun tujuan tertentu dan memberikan secara berkesinambungan. Ia dapat mengabulkan apapun mimpimu. Jika engkau percaya bahwa Allah al-wahhab, engkau pasti bisa bermimpi sangat tinggi. Mimpi yang tentu saja bukan hanya tentang diri, tapi juga tentang manfaat yang bisa disebarkan.
Kawan, bermimpilah tinggi agar ketika mimpi itu tak tercapaipun, minimal kita sudah dapat menggapai sesuatu yang mendekati mimpi itu.
Percayakah teman, bahwa saya baru memiliki mimpi yang tinggi justru tahun ini? Ketika saya “dipaksa” untuk menuliskan bintang terang oleh mentor saya sebagai syarat untuk tetap berada di grup. Ketika saya dipaksa mengeluarkan potensi mimpi terbaik saya. Ya, 2016 bagi saya menjadi tahun baru. Semakin banyak dukungan ketika mimpi itu diucapkan, semakin banyak doa ketika mimpi itu dideklarasikan. Menakjubkan bukan? Apalagi jika tercapai nanti.
Kawan, bagi seorang yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak menekankan mimpi, bermimpi tinggi bagi saya jauh lebih sulit dari diminta jualan untuk mencari uang agar tetap bisa bersekolah. Jauh lebih sulit dari mengerjakan makalah teman-teman agar mendapat bayaran atas makalah atau tugas tersebut.
Tapi, ketika mental block itu dihancurkan, ternyata rasanya lega. Duhai, kenapa tidak dari dulu.
10 tahun lalu saya pernah punya satu mimpi besar. Ketika mendapatkan perlakuan tidak enak dari pihak rumah sakit. Mimpi saat itu, 10 tahun nanti saya akan mendirikan rumah sakit yang lebih ramah, lengkap dan nyaman seperti rumah.
Mimpi yang sampai sekarang belum terpikir bagaimana cara Allah mengabulkannya. Meski dulu sempat sangat berharap ketika ada yang mengajak kerja sama membangun rumah sakit. Dari ajakan itulah saya malah “sadar” bahwa biaya membuat rumah sakit sudah mencapai M. Sekitar 7-8 tahun lalu. Waw.
Saya mulai mundur dan bahkan hampir saja melupakan mimpi itu. Termasuk doa yang dulu sering saya ulang: ingin memiliki perusahaan, sekolah, dan panti berskala internasional dengan menerapkan syariat islam secara menyeluruh. Permintaan yang sama sekali tidak pernah terbayang bagaimana mereka akan terwujud. Meminta rumah dan mobil demi kenyamanan dan kebahagiaan.
Saya baru sadar pencapaian semua mimpi itu lebih mudah jika kita melibatkan orang lain. Misal, untuk membahagiakan orang tua, memenuhi kebutuhan adik-adik, dan sebagainya.
Saat menulis ini, saya tengah mendengarkan ceramah Ust. Yusuf Mansur tepat di bagian cerita tentang nabi Musa beserta kaumnya yang tengah dikejar oleh Firaun dan pasukannya. Di depan ada lautan yang dalam dan lebar, di belakang pasukan yang kuat. Apa yang akan kita lakukan jika ada di situasi itu?
Ah, sederhana rupanya. Yakin, doa, dan ingat orang lain. Jika kita yakin pada Allah al-Wahhab, maka sudah selayaknya semakin banyak doa terpanjat. Bukan sekadar untuk kebahagiaan kita, tapi juga kebahagiaan orang sekitar, bahkan kebahagiaan mereka yang pernah menyakiti kita. Luar biasa!
Yuk mulai berani memutuskan mau mencapai cita-cita seperti apa. Kemudian deklarasikanlah dalam tulisanmu agar menjadi pengingat sekaligus penyemangat.
Esa Puspita,
Team Builder
Ditulis 12 Januari di kota tercinta, Bandung.*****
Let's Learn What We Have To Learn.
Belajar dari BeKel
Belajar dalam sebuah kelompok membuat kita dapat memperoleh
banyak input, tidak hanya bahasan yang sedang didiskusikan. Setidaknya itu yang
saya rasakan selama beberapa kali mengalami sistem belajar kelompok. Meskipun ada
juga sih pengalaman anggota kelompok yang maunya tau beres. Hihi..
Tapi dari filosofi belajar bersama itulah saya membentuk
grup Belajar Kelompok yang kemudian disingkat dengan BeKel. Kenapa BeKel? Sederhana
saja sih alasan waktu itu biar mudah dikenali. Ih pede banget sih Sa? Iya,
karena teman-teman menyebut saya dengan panggilan Esa Bekel, kebetulan waktu
itu di grup ada yang namanya samaan, Esa. Esa Babyshop tepatnya, sedangkan
olshop saya Belanja Keluarga. Maka jadilah Esa Bekel yang merupakan singkatan
Esa Belanja Keluarga.
Lalu darimana nama Belajar Kelompok didapat? Karena yang
ketemu awal itu nama “BeKel”nya, ya jadi deh nyari-nyari kira-kira apa nama
grup sharing yang bisa disingkat BeKel? Ketemulah Belajar Kelompok. Simpel kan?
Simpel tapi perjalanan grup BeKel ternyata tidak mudah. Ya namanya
grup, banyak kepala. Sempat menyesal sih kenapa dulu milih singkatan BeKel yang
sudah menjadi branding dari Belanja Keluarga menjadi nama grup yang tidak ada
kaitannya dengan Belanja Keluarga sehingga kata BeKel yang brandingnya dibangun
bertahun-tahun itu menjadi bias.
Tapi, takdir Allah tidak pernah buruk kan? Selalu ada hikmah
yang dapat dipetik. Bisa jadi untuk mendidik saya, mendidik tim, penggugur dosa
atau memang jalan agar semakin bermanfaat bagi banyak orang baik yang mengenal
Belanja Keluarga ataupun tidak.
Jadi, petuah saya (jyaaa petuah) jangan pernah membuat
branding kita bias karena sebuah kelalaian yang tadinya mungkin dianggap keren
tapi ternyata fatal. Jika memang akan membuat grup baru yang bukan “anak
perusahaan”, sebaiknya carilah nama lain yang tetap baik tapi juga tidak
menggunakan brand dagang kita.
Berbicara tentang grup BeKel, grup ini semula hadir
diniatkan untuk menjadi grup berbagi untuk para membernya. Berbagi apapun
sesuai dengan “kemahiran” member. Itu kenapa dalam data member ada kolom “apa
yang dikuasai” dan jurusan ketika di bangku sekolah dulu.
Kemudian dalam perjalanannya, BeKel menjadi grup sharing
bisnis dimana para pemula mendapatkan materi dasar dalam bisnis guna lebih asik
lagi menjalankan usahanya. Apakah ada para mastah? Ada. Mastah yang bersedia
berbagi secara suka rela dengan sesama membernya. Kami belajar bersama dalam proses sharing di BeKel.
Energi positif akan menarik energi positif. Dan BeKel
menjadi salah satu bagian energi positif yang saya rasakan. Banyak hal yang
saya dapat, silaturahim, pertemanan, saling kerja sama, saling membantu dan
tumbuh bersama.
Jangan pernah takut berbagi. Because we learn form share dan
we share what we learn :)
Semoga bisa terus menebar manfaat.
Esa Puspita,
Founder BeKel – Belajar Kelompok
12 Januari di tengah gerimis yang mengguyur Bandung
*****
Let's Learn What We Have To Learn.
Label:
BeKel,
Belajar Bisnis,
Belajar Kelompok,
Grup,
Komunitas
Langganan:
Postingan (Atom)