12 Januari 2016

Tentukan Citamu

Ketika berbicara tentang cita-cita, jawaban paling polos akan kita dapatkan dari anak-anak. Sedangkan bagi seorang yang sudah menginjak angka seperempat, cita-cita sepertinya buyar. Etapi dari dulu juga kehidupan saya mah mengalir tanpa cita-cita yang tinggi melangit.

Sampai kemudian setelah menikah, kehidupan saya banyak berubah. Suami selalu mengingatkan tentang banyak hal, bahwa saya bisa mencapai sesuatu yang luar biasa andai saya sadar bahwa saya mampu.

Respon saya? Ragu. Mental block. Kemudian teringat perkataan para guru entah itu guru ngaji maupun guru di sekolah, "Esa punya potensi." tapi berhenti sampai situ.

Berulang kali ditanya "momen terbaik apa yang sangat berkesan di masa lalu yang kamu masih bisa merasakan kebahagiaannya hingga saat ini?" ada 1 jawaban yang selalu sama. Sayangnya saya belum sepenuhnya memilih jalur itu karena pertimbangan "realita".

Padahal, Allah adalah al-wahhab, Maha Pemberi Karunia, tanpa mengharapkan imbalan maupun tujuan tertentu dan memberikan secara berkesinambungan. Ia dapat mengabulkan apapun mimpimu. Jika engkau percaya bahwa Allah al-wahhab, engkau pasti bisa bermimpi sangat tinggi. Mimpi yang tentu saja bukan hanya tentang diri, tapi juga tentang manfaat yang bisa disebarkan.

 Kawan, bermimpilah tinggi agar ketika mimpi itu tak tercapaipun, minimal kita sudah dapat menggapai sesuatu yang mendekati mimpi itu.

Percayakah teman, bahwa saya baru memiliki mimpi yang tinggi justru tahun ini? Ketika saya “dipaksa” untuk menuliskan bintang terang oleh mentor saya sebagai syarat untuk tetap berada di grup. Ketika saya dipaksa mengeluarkan potensi mimpi terbaik saya. Ya, 2016 bagi saya menjadi tahun baru. Semakin banyak dukungan ketika mimpi itu diucapkan, semakin banyak doa ketika mimpi itu dideklarasikan. Menakjubkan bukan? Apalagi jika tercapai nanti.

Kawan, bagi seorang yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak menekankan mimpi, bermimpi tinggi bagi saya jauh lebih sulit dari diminta jualan untuk mencari uang agar tetap bisa bersekolah. Jauh lebih sulit dari mengerjakan makalah teman-teman agar mendapat bayaran atas makalah atau tugas tersebut.

Tapi, ketika mental block itu dihancurkan, ternyata rasanya lega. Duhai, kenapa tidak dari dulu.
10 tahun lalu saya pernah punya satu mimpi besar. Ketika mendapatkan perlakuan tidak enak dari pihak rumah sakit. Mimpi saat itu, 10 tahun nanti saya akan mendirikan rumah sakit yang lebih ramah, lengkap dan nyaman seperti rumah.

Mimpi yang sampai sekarang belum terpikir bagaimana cara Allah mengabulkannya. Meski dulu sempat sangat berharap ketika ada yang mengajak kerja sama membangun rumah sakit. Dari ajakan itulah saya malah “sadar” bahwa biaya membuat rumah sakit sudah mencapai M. Sekitar 7-8 tahun lalu. Waw.

Saya mulai mundur dan bahkan hampir saja melupakan mimpi itu. Termasuk doa yang dulu sering saya ulang: ingin memiliki perusahaan, sekolah, dan panti berskala internasional dengan menerapkan syariat islam secara menyeluruh. Permintaan yang sama sekali tidak pernah terbayang bagaimana mereka akan terwujud. Meminta rumah dan mobil demi kenyamanan dan kebahagiaan.

Saya baru sadar pencapaian semua mimpi itu lebih mudah jika kita melibatkan orang lain. Misal, untuk membahagiakan orang tua, memenuhi kebutuhan adik-adik, dan sebagainya.

Saat menulis ini, saya tengah mendengarkan ceramah Ust. Yusuf Mansur tepat di bagian cerita tentang nabi Musa beserta kaumnya yang tengah dikejar oleh Firaun dan pasukannya. Di depan ada lautan yang dalam dan lebar, di belakang pasukan yang kuat. Apa yang akan kita lakukan jika ada di situasi itu?

Ah, sederhana rupanya. Yakin, doa, dan ingat orang lain. Jika kita yakin pada Allah al-Wahhab, maka sudah selayaknya semakin banyak doa terpanjat. Bukan sekadar untuk kebahagiaan kita, tapi juga kebahagiaan orang sekitar, bahkan kebahagiaan mereka yang pernah menyakiti kita. Luar biasa!

Yuk mulai berani memutuskan mau mencapai cita-cita seperti apa. Kemudian deklarasikanlah dalam tulisanmu agar menjadi pengingat sekaligus penyemangat.

Esa Puspita,
Team Builder
Ditulis 12 Januari di kota tercinta, Bandung.

 *****
Let's Learn What We Have To Learn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar